Pemilu 2009 sebagai Momentum Penegakan Syariat Islam dalam Kehidupan Berbangsa-Bernegara untuk Kejayaan NKRI

17 February 2009 at 12:34 1 comment

Makna dan Lingkup Syariat Islam

Cara hidup atau syariat yang diajarkan oleh Islam meliputi segala aspek kehidupan yang memang diperlukan oleh manusia di dunia fana, yakni: aspek kehidupan individu, keluarga, dan sosial-kenegaraan. Rasulullah juga telah memberi contoh kongkret cara hidup Islami untuk ketiga lingkup kehidupan itu, termasuk bagaimana Rasulullah mengelola keluarganya dan mengatur negara Madinah sesuai dengan syariat sosial-kenegaraan yang diajarkan Allah swt.

Dari ke tiga lingkup syariat Islam itu yang sering menjadi polemik adalah syariat terkait dengan pengelolaan bangsa-negara. Kemantapan hati umat Islam untuk menerapkan syariat sosial-kenegaraan ini sering diganggu oleh propaganda bahwa di negeri ini hidup pula orang yang beragama lain. Realitas sosial yang majemuk atau plural seperti itu lalu dijadikan alasan kuat untuk meninggalkan syariat sosial-kenegaraan Islam dan lalu dengan rasa bangga (mungkin karena sok toleran) mengadopsi konsep ‘non-Islam’ dalam mengelola negerinya (PADAHAL DI NEGERI INI JUGA HIDUP ORANG ISLAM, BANYAK LAGI). Benarkah rasional seperti itu? Ataukah cara berfikir di atas memang perangkap yang dipasang orang lain terhadap umat agar mau meninggalkan syariat sosial-kenegaraan yang diajarkan agamanya sehingga negara lalu dikelola dengan konsep mereka dan MENGUNTUNGKAN MEREKA! Allahu akbar.

Jawaban terhadap perangkap berfikir seperti itu sebenarnya mudah, yakni: 1). Tidak ada satu negarapun di dunia, bahkan di zaman Rasulullah sekalipun, yang penduduknya itu satu agama. Semua negara dunia memiliki struktur sosial yang pasti heterogen dalam hal agama; justru yang lebih penting adalah bagaimana komposisi sosial keagamaan di negara tersebut. Dalam hal ini jelas penduduk Indonesia itu mayoritasnya muslim dan inilah fakta sosial yang tidak boleh diabaikan dan harusnya difahami oleh orang lain agar ‘tidak keberatan’ bahwa negeri ini dikelola sesuai syariat sosial-kenegaraan Islam, bukan cara mereka; 2). Islam itu adalah Rahmat bagi seluruh Alam, yang arti operasionalnya adalah  pengetrapan ajaran Islam dalam kehidupan sosial-kenegaraan akan mendatangkan rahmat bagi bangsa itu, apapun agama yang dipeluknya. Islam dalam bentuk ajaran sosial-kenegaraann adalah hadiah kemanusiaan bagi umat manusia di bumi ini untuk mencapai keadilan, kemakmuran, kedamaian, dan kelestarian alam semesta.

Islam itu ibarat ‘mercusuar’ yang harus dinyalakan oleh umat Islam untuk menerangi seluruh rakyat Indonesia yang majemuk; Islam itu ibarat ‘vitamin’ yang harus dibagikan kepada semua warga Indonesia agar mereka sehat-sejahtera.

Politik dan Penegakan Syariat Sosial-Kenegaraan Islam untuk Kejayaan NKRI

Dakwah Islam pada dasarnya adalah membawa ajaran Islam melalui cara aktif dan pasif, verbal dan perbuatan, amar ma’ruf nahi mungkar, guna menyelamatkan orang dan tatanan sosial dari kerusakan. Telah cukup lama di negeri ini berlangsung  praktek kehidupan yang membawa kerusakan, termasuk kejahatan yang semakin marak. Dari kacamata tauhid jelas sekali sebab dasarnya adalah karena banyak orang Islam sendiri di Indonesia yang tidak mengetrapkan syariat Islam secara kaaffah atau utuh. Mereka tidak melindungi keluarga melalui penerapan syariat Islam dalam berkeluarga, dan tidak melindungi negeri dan bangsanya melalui penerapan syariat Islam terkait dengan pengelolaan bangsa-negara. Bahkan juga banyak orang Islam yang tidak melindungi anak-didik dan generasi mudanya melalui penerapan syariat Islam dalam pengelolaan lembaga pendidikannya. Perilaku umat di negeri ini bagai pepatah “Melepas Punai di tangan karena mengejar Kicau Burung di atas Pohon”, yang maknanya adalah  membuang konsep sosial-kenegaraan Islam yang jelas sudah ditangan karena mengejar konsep orang lain yang diberitakan secara besar-besaran bahwa konon  telah berhasil membawa kemakmuran.

Mengingat bahwa tantangan yang dihadapi dalam upaya penerapan syariat Islam yang terkait dengan proses pengelolaan bangsa-negara itu amat berat, menghadapi ‘musuh’ Islam dalam bentuk kelompok eksternal dan internal, dalam skala nasional dan internasional, maka diperlukan kemampuan besar pula untuk menghadapinya. Kemampuan itu haruslah berbentuk kerjasama yang kokoh-kuat sesama muslim yang sadar akan panggilan perjuangan Islam dalam demensi sosial-kenegaraan. Perlu ada aliansi Partai Islam. Arti umum aliansi adalah  ‘a union or connection between families, parties, or individuals to further the common interest of the members’. ‘Common Interest’ dalam kontek di sini lalu berarti: ‘penegakan syariat Islam pada lingkup berbangsa-bernegara, agar bangsa-negara itu menjadi maju dan sejahtera di bawah lindungan dan ampunan Allah swt’.

Metode sosial yang dipilih untuk mencapai cita-cita bersama  juga patut dibahas dalam proses membangun aliansi tersebut. Sehubungan dengan ini maka titik kritisnya adalah:  Siapa yang menjadi Pemimpin Bangsa. Pendekatan secara konstitusional bercirikan keterbukaan dan profesionalisme dalam berjuang harus menjadi kesepakatan bersama dan dijunjung tinggi oleh semua aktifis Islam. Kita tidak boleh terjebak untuk menetapkan metode campur sari, yakni berkompromi dengan fihak kompetitor di aspek strategis perjuangan, antara lain berharap-harap cemas untuk dibantu kelompok ghoirul Islam dalam mengegolkan agenda politik kepemimpinan negara. Kini  sudah tiba saatnya bahwa aliansi strategis partai politik yang memihak Islam untuk kepentingan bangsa dibangun menjadi kekuatan yang kokoh-kompak berjuang memilih tokoh Islam yang siap mengetrapkan syariat sosial-kenegaraan Islam pada proses pengelolaan bangsa-negara Indonesia dalam pemilihan kepemimpinan baru Indonesia di pemilu 2009 nanti, legislatif maupun eksekutifnya.

Optimalisasi Pemilu 2009 untuk Penegakan Syariat Islam di Indonesia

Pemilu 2009 memang memiliki kekhususan yang perlu memperoleh perhatian para pejuang dan aktifis Islam di negeri ini. Kekhususan itu bisa diringkas sebagai berikut:

  1. Pemilu untuk memilih Anggota Legislatif dilakukan dengan model yang berbeda dari sebelumnya, yakni memilih salah satu saja, apakah NAMA CALEG atau GAMBAR Partai. Dalam hal ini umat harus lebih banyak diberi pengertian agar lebih mengutamakan memilih NAMA CALEG (tokoh) yang jelas kualitas dan komitmennya terhadap syariat sosial-kenegaraan Islam. Demikian pula di saat memilih satu CALON anggota DPDnya.
  2. Dalam pilpres 2009 nanti Capres dan Cawapres merupakan satu paket, di mana pasangan tersebut bisa dari satu atau dua partai yang berbeda. Sekali lagi saat pilihan terhadap pasangan Capres-Cawapres tersebut umat harus juga memilih tokoh yang jelas kualitas dan komitmennya terhadap penegakan syariat sosial-kenegaraan Islam.
  3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima’Ulama di Padang Panjang bulan Januari 2009 lalu tegas memberi Fatwa terkait pemilu ini. Dinyatakan dengan jelas bahwa: 1). Hukumnya WAJIB memilih pemimpin yang memiliki kriteria beriman-bertaqwa, jujur, amanah, tabligh, dan fathonah; 2). Hukumnya HARAM jika: a). Memilih dalam pemilu calon yang tidak memenuhi syarat Islam, atau b). Tidak memilih dalam pemilu (GOLPUT) padahal ada calon yang memiliki kriteria Islam tersebut.

Dari ciri khas pemilu 2009 di atas maka para aktifis Islam diharapkan bisa membuat banyak manuver politik untuk memungkinkan tegaknya syariat sosial-kenegaraan Islam di Indonesia. Beberapa manuver tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Pernyataan tegas mempromosikan pentingnya syariat sosial-kenegaraan Islam diberlakukan demi kepentingan bangsa-negara Indonesia di masa depan. Keterpurukan Indonesia sejak saat kemerdekaannya sampai saat ini harus disadari karena pengelolaan bangsa-negara ini mengabaikan ajaran syariat sosial-kenegaraan Islam. Slogan-slogan bersama perlu dikembangkan dalam upaya menyadarkan umat dan rakyat Indonesia untuk melakukan pilihan yang benar dalam pemilu mendatang. Berikut ini adalah contoh slogan yang bisa disuarakan bersama:
    • Tanpa aplikasi ajaran sosial-kenegaraan Islam dalam proses pengelolaan bangsa-negara maka tidak akan terjadi kejayaan bangsa;
    • Syariat sosial-kenegaraan Islam akan menyelamatkan umat dan bangsa Indonesia dari berbagai krisis sosial;
    • Korupsi hanya akan dapat dikikis habis dengan pemberlakuan syariat sosial-kenegaraan Islam;
    • Syariat sosial-kenegaraan Islam akan melindungi dan secepatnya mengangkat nasib kaum dhuafa’, seperti: buruh, petani, nelayan, pedagang kaki-lima, dan semacamnya.

    Partai Politik Islam sudah saatnya menyiapkan kesepakatan untuk beraliansi dalam menetapkan figur calon Presiden dan Wakil Presiden yang mau dan mampu mengetrapkan syariat sosial-kenegaraan Islam bila terpilih nanti. Calon itu selain memang  dipandang memiliki berkemampuan memimpin bangsa juga harus memiliki ‘track-record’ penegak syariat sosial-kenegaraan Islam. Untuk tidak diragukan komitmennya terhadap penegakan syariat sosial-kenegaraan Islam maka juga perlu bagi si calon untuk berani bersumpah di hadapan ulama dari berbagai  kelompok Islam di negeri ini tentang kesiapannya memberlakukan syariat sosial-kenegaraan Islam dalam mengurus negerinya bila terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden nanti, dan siap pula  memperoleh laknat Allah swt dunia-akherat bila mengingkari sumpahnya.

  2. Aliansi partai politik untuk penegakan syariat Islam itu harus mampu pula mengkordinasi kekuatan legislatifnya agar selalu  berpegang pada syariat Islam dalam semua aktifitas legislatifnya.
  3. Aliansi ini juga perlu memiliki keberanian untuk menolak ‘claim’ bahwa konsep sosial-kenegaraan Barat adalah terbaik, serta menolak usaha dominasi dan propaganda bahwa nilai-budaya Barat sebagai nilai universal yang unggul dalam proses berbangsa-bernegara yang modern. Keunggulan konsep Islam dalam mensejahterakan bangsa, khususnya bangsa yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia ini harus mengacu pada sejarah dunia yang panjang, bukan mengacu pada ‘kekurang-berhasilan sementara’ yang sedang dialami oleh negara yang penduduknya mayoritas muslim yang pernah atau bahkan sedang diexplotasi-ditindas oleh kekuatan negara penjajah.

Mari kita sukseskan Pemilu 2009

Entry filed under: Pemilu 2009, Politik, Syariat Islam. Tags: , , .

Summary of “Islamic Vision to Make a Better World” Adakah Politik Anti-Syariat di balik Isu Kemajemukan Agama di Indonesia?

1 Comment Add your own

  • 1. hamim  |  20 March 2009 at 09:52

    saya juga sependapat kalo pemilu 2009 sebagai momentum penegakan syari’at islam, tapi disatu sisi munculnya banyak partai baik nasionalis maupun yang berasaskan non islam akan menjadi bomerang bagi kita sesama muslim.

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


"tatkala mayoritas penduduk maju, maka minoritas terikut maju (TIDAK SEBALIKNYA), dan negara pun menjadi kokoh-kuat..."

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 67 other subscribers

Recent Posts

Archives

Calendar

February 2009
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
232425262728  

Stats

  • 138,370 hits

Feeds